Bangunan yang kental akan gaya kolonial yang masih terlihat cantik membuat kawasan ini seperti suatu negeri yang jauh disana. Membentuk kota tersendiri dengan tata letak yang begitu rapi. Memang sudah tidak dihuni lagi, tapi bukan berarti tidak ada manusia disini. Tempat yang sekarang sudah dialihkan fungsikan menjadi tempat wisata. Sebuah wilayah yang sering disebut Batavia lama (Oud Batavia) atau lebih dikenal dengan nama Kota Tua Jakarta. Memang bukan kota dalam arti yang sebenarnya, karena tempat ini hanya sebuah kawasan kecil yang dipenuhi dengan bangunan yang mengadopsi gaya arsitektur dari negeri kincir angin di Eropa sana. 
         Kami berada disini, berada diantara ratusan orang yang mengunjungi si “Kota Tua”. Ya, aku dan ketiga temanku memang sengaja mengunjungi tempat ini. Sekedar menikmati keramaiannya, mencoba menjadi manusia seutuhnya diantara ratusan manusia, mencoba bebas diantara desakan orang satu sama lain.
         Sudah lebih dari satu jam aku disini, bersama ketiga temanku berbincang di sebuah minimarket tepat bersebalahan dengan café Batavia. Saling bercerita yang memancing gelak tawa diantara kami. Sampai sakit perut ini ketika Lina mulai mengeluarkan jurus lawakannya. Temanku yang satu ini memang mampunyai bakat melucu yang menjadi hiburan tersendiri bagi kami. Memang seharusnya seperti itu, disetiap teman sepermainan pasti ada seseorang yang mempunyai jiwa humoris tinggi. Sudah hukum alam mungkin.
         Keceriaan yang kami bentuk sedari tadi seakan musnah ketika negara api menyerang. Kutipan dalam animasi The Legend of Aang yang sering digunakan remaja sekarang ketika menemui kondisi dimana muncul pengganggu yang berpotensi merusak suasana.
         Sesosok gadis berambut panjang lengkap dengan tas hitam baru saja masuk kedalam minimarket dimana aku dan ketiga temanku duduk-duduk didepannya. Walaupun sekilas tapi aku masih sangat-sangat mengenali dia. Namanya Yelita gadis yang dulu sempat mengisi hari-hariku.
         Seharusnya bukan suatu hal yang mengganggu ketika bertemu mantan pacar jika kita sudah tidak memiliki perasaan apa-apa. Namun tetap saja akan akan menjadi hal yang berat sekali jika kita beretemu secara tiba-tiba dalam kondisi yang tidak direncanakan sebelumnya. Terlebih ketika melihatnya sedang bersama orang lain. Ya, dia tidak sendiri memang saat masuk kedalam minimarket itu. Ada seorang lelaki yang membututinya dari belakang sambil memegang pundaknya.
         Tanpa sadar aku memikirkannya kembali, memikirkan saat dimana kami sering jalan bersama. Tambah cantik rupanya dia sekarang, pujiku dalam hati. Ah tapi tidaklah, harus kubuang jauh-jauh perasaan itu. Aku mengingat-ingat kembali saat dimana kami putus. Aku bertanya pada diri sendiri, “apa aku ingin mengalaminya lagi?”. “apa aku sudah lupa rasanya ketika dia meminta putus?”.
         Sebenarnya aku sangat berharap dia tidak mengetahui keberadaanku disini. Bukan takut terbuai kembali kemasa lalu. Tapi lebih karena tidak mau mendengar ocehan-ocehan yang sarat akan sindiran dari tiga manusia di depanku ini yang sedang sibuk berbicara sambil sesekali makan cemilan dihadapannya.
         “Mamat….” teriak Seto dengan mulut penuh makanan
Lemas kaki ini mendengar temanku yang satu ini memanggil namanya.
         “Sini, kemari!” lanjutnya
         Ah sial, kenapa harus memanggilnya kesini. Temanku yang satu ini memang yang paling menjengkelkan diantara yang lain. Entahlah apa yang akan terjadi selanjutnya. Pikirku pasrah sambil menempelkan kening kemeja yang penuh dengan beragam bungkus cemilan.
         “Hai….”
         Ah suara itu, suara yang sama sekali tak asing bagiku. Senang mendengar suaranya lagi. refleks senyumku mengembang lebar sambil tertunduk malu. “Kenapa aku ini?” tanyaku dalam hati.
         “lina, Seto, Rian, gimana kabar kalian? sudah lama ya kita tidak bertemu. Aaaaa….. kangen banget aku sama kalian!” Kata Yelita sambil mencubit pipi Rian.
         Memang diantara kami berempat hanya Rian yang mempunyai tubuh menggemaskan dengan pipi chuuby-nya. Tak heran kenapa dari dulu Yelita sangat suka mencubit pipi temanku yang satu ini.
         “Hai mat, gimana kabarmu?....” sambungnya
         “Hai yel…”
         Susah payah ku kendalikan diriku agar senatural mungkin. Jujur saja sejak awal melihatnya memasuki minimarket itu aku sangat gugup.
         “Siapa itu yel? cowok disampingmu?” Tanya Lina
         “Pacarmu ya?” sambung Seto dengan tampang penasarannya
         “Oh iya sampai lupa. Kenalkan ini Jepri, pacarku”
         “Saya Jepri”  sambil menjabat tangan kami satu persatu
         Pastilah dia pacarnya, mana mungkin sepasang pria dan wanita yang bergandengan tangan kalau bukan sedang pacaran. pertanyaan bodoh, pikirku dalam hati.
         Setelah sesi perkenalan selesai, kami berenam terlibat percakapan yang cukup seru. Tak terlihat kecanggungan dari Yelita dan pacarnya. Kami bercerita kembali mengenai keseruan saat dimana kita sering berkumpul bersama. Memang Yelita ini sering ikut berkumpul bersama kami saat kita masih bersama.
         Entah siapa yang memulai, akhirnya kita sepakat untuk mencari makan. Setelah perdebatan kecil akhirnya kami memutuskan memilih salah satu makanan terlezat didunia yang berasal dari Indonesia. Nasi goreng menjadi pilihan kami saat itu.
         “Hmmmm…. kenapa kamu, aku perhatikan diam saja?” Tanya Seto
         “Oh…….” Sambung Lina sambil menunjuk-nunjuk jarinya kearah Yelita
         Aku tidak menjawab pertyaan mereka, hanya mengeluarkan senyum yang sedikit dipaksa agar mereka tidak bertanya yang lebih lebih aneh lagi.Ah sial memang temanku ini, menyesal aku malam ini terhasut oleh mereka bertiga untuk pergi kesini.
         “Coba dong Yel kamu yang bertanya!” timpal Rian dengan sedikit cengengesan
         “Kamu kenapa? ada yang kamu pikirkan”
         “Ah tidak, aku biasa saja. Sudahlah jangan dengarkan manusia-manusia yang tidak waras ini” jawabku sekenanya
         Ketiga temanku ini hanya tertawa melihatnya. Habis kalian bertiga nanti! ancamku dalam hati. Seperti konflik batin kurasakan saat ini. Bukan karena takut perasaan itu muncul lagi, melainkan karena ketiga temanku ini yang sepertinya sengaja ingin membuatku malu didepan mereka berdua.
         Firasatku kembali tidak enak ketika melihat Seto tertawa “cengengesan” sambil memainkan smartphone nya. Apa yang akan dia lakukan. Awas saja kalau sampai dia berbuat yang tidak-tidak. Dia menyalakan MP3 player dan memutar sebuah lagu, lagu yang sepertinya sangat aku kenal. Ya, tidak salah lagi aku sangat mengenali lagunya.


  
Cause if one day you wake up and find that you’re missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinking maybe you’ll come back here to the place that we’d meet
And you’ll see me waiting for you on the corner of the street
so I’m not moving…..
I’m not moving…..
         Petikan lagu the Script yang berjudul the Man Who Can be Moved, yang maknanya mengenai seorang lelaki yang belum bisa berpaling dari wanita yang sudah meninggalkannya. Benar saja dugaanku mereka sengaja memutar lagu ini untuk mengerjaiku. Awas kau Seto… kesalku dalam hati.
         Dimas mematikan MP3 playernya ketika makanan yang kami pesan telah siap. Selama makan Yelita dan Jepri banyak menceritakan mengenai hubungannya mulai dari awal bertemu sampai sekarang. Dari perbincangan itu ku ketahui bahwa mereka satu kampus, Jepri adalah senior Yelita di Universitas itu.
         Setelah makan Yelita dan Jepri berpamitan kepada kami berempat, Jepi beralasan ini sudah terlalu malam buat Yelita. Mereka akhirnya meninggalkan kami. Ada perasaan lega ketika itu, namun ada rasa mengganjal ketika dia mulai menjauh sampei akhirnya hilang ditengah kerumunan orang-orang. “Apa mungkin aku bisa bertemu dia lagi?” pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam benakku.
         Tepukkan Mamat mengagetkanku, membangunkanku dari lamunan tentang bayang-banyang dia. Kami kembali memulai perbincangan yang sesekali diikuti gelak tawa, Canda gurau kami seakan sedikit mengurangi ingatanku tentang kejadian tadi.
         Menjadi suatu hal yang tidak tertahankan ketika melihat seseorang yang pernah mengisi hari-hari kita bersama orang lain. Bahkan ketika kita sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Semua kenangan yang telah dilalui yang seharusnya sudah tidak perlu diingat-ingat lagi seakan muncul ketika tanpa disengaja kita berjumpa dengannya dikeadaan dan situasi yang sama sekali tak disangka sebelumnya.        

date Jumat, 05 Desember 2014

0 komentar to “Kota Tua”

Leave a Reply:

Diberdayakan oleh Blogger.